Bela Rasa dan Keprihatinan
Pelayanan kasih ala Yayasan Santo
Christoforus Keuskupan Agung Pontianak (YSC-KAP) berawal dari keprihatinan dan
semangat bela-rasa terhadap keluarga Katolik yang dirundung kesedihan karena
kematian anggota keluarga. Tatkala kemalangan terjadi, sanak keluarga yang
ditinggalkan seringkali bingung tentang tata cara untuk mengurus orang
meninggal, mulai dari membeli dan menghias peti mati, menutup peti, mengangkat
peti, pelayanan doa dalam tiap sesi, hingga upacara pemakaman. Di tengah
kesedihan dan kebingungan, biasanya keluarga yang ditinggalkan menyerahkan
pengurusan jenazah kepada orang-orang yang menjual jasa pengurusan orang mati.
Menurut banyak kalangan, biaya yang harus disediakan untuk jasa komersial
seperti itu lumayan memberatkan, terutama untuk keluarga kurang mampu. Lebih
jauh, tata-cara pengurusan jenazah yang dilakukan seringkali tidak sesuai
dengan tradisi Katolik. Kondisi ini menyebabkan kesedihan keluarga yang
ditinggalkan semakin berlipat ganda.
Bertahun-tahun sebelum karya
pelayanan YSC dilembagakan dalam bentuk organisasi atau yayasan, sekelompok
umat Katolik telah aktif memberikan pelayanan untuk orang Katolik yang
meninggal dunia. Kelompok ini melayani dalam hal merapikan jenazah, menghias
peti, tutup peti, dan pelayanan doa. Mereka senantiasa siap melayani umat
Katolik mana saja yang membutuhkan uluran tangan mereka tanpa harus memikirkan
bayaran. Bersamaan dengan itu, ada pula sejumlah anggota Perduki (Pesekutuan
Doa Usahawan Katolik Indonesia) bertekun dalam pelayanan melayat dan mendoakan
umat yang meninggal dunia di rumah duka. Dalam pelayanan, mereka melihat
seringkali keluarga duka sepi layatan, entah kunjungan orang yang datang untuk
berdoa, maupun memberikan penghiburan. Perduki sendiri membuat Buku Doa Arwah
untuk mendukung pelayanan ini.
Keprihatinan dan semangat
bela-rasa serta teladan kasih sekelompok warga Katolik itu, berperan
besar dalam menciptakan suatu wacana pemikiran tentang perlunya pelayanan yang
dikoordinasi lebih matang untuk orang yang meninggal. Pembicaraan-pembicaraan
informal kelompok-kelompok kecil makin mempertajam orientasi. Sekembalinya dari
retret di Cikanyere-Puncak, sekelompok anggota Perduki dan KTM (Komunitas
Tritunggal Mahakudus) membawa pulang “api Roh Kudus” yang membakar semangat
untuk melembagakan pelayanan khusus ini.
Para Perintis Awal
Dua pertemuan awal bisa dianggap
sebagai embrio gerakan ini. Yang pertama ialah pertemuan di rumah Hermanto
Mas’Oen (Ketua Perduki) pada tanggal 05 Maret 2007. Pada pertemuan ini,
sebetulnya kebanyakan peserta telah memiliki keinginan yang bulat dalam hati
untuk melembagakan pelayanan ini. Namun di tengah kebulatan tekad, masih ada
suara yang mencerminkan keraguan apakah karya ini sungguh dapat berkelanjutan.
Tak dapat disangkal, karya kasih ini membutuhkan pengorbanan dan komitmen yang
besar. Yang kedua ialah pertemuan informal bersama Pastor William Chang, OFMCap
di Rumah Duka Yayasan Halim pada suatu pelayanan misa requiem. Pucuk dicinta,
ulam tiba. Setelah selesai acara doa, mereka menyampaikan wacana dan tekad yang
sudah digodok selama ini kepada Pastor William Chang, OFMCap., Vikaris Jenderal
Keuskupan Agung Pontianak. Dari pertemuan informal ini, seberkas titik terang
terpercik. Bersama Pastor William, mereka sepakat untuk mengagendakan pertemuan
resmi untuk mematangkan tekad.
Pertemuan resmi yang direncanakan
itu direalisasi pada tanggal 19 Maret 2007 di Gedung Pasifikus, dihadiri oleh
29 (dua puluh sembilan) tokoh perintis. Ke-29 perintis itu adalah: Pastor William Chang OFMCap, Hermanto Mas’Oen, Erick
Buwianto, Lim Gek Khiang, Hennyjati Gunawan, Edwin Johan, Harry Tjiptadinata, Hendra Damdy, Vincencius Sie Foei Min, Elfrida Ngui Sui Lan, Silvia
Martini, Ciu Hwa Tek, Jung Lie Po, Yohanes Tjurlento, Yohanes Budiono, Victor,
Hermas Sugito, Flavianus Fexa, Drg. Soegeng
Tjokro, Andreas, The Anton, Herry Suryanto, Tan Beng Tek, Fransiskus
Erwin Tan, Ng Chiu Lim, Lim Lie Ngim, A
Hiap, Cuk Steve Tulus, dan Thomas Hadiono.
Pertemuan ini dapat dikatakan
sebagai “peletakan batu pertama” Yayasan Santo Christoforus yang kita kenal
sekarang. Setelah mendengar pendapat-pendapat atau masukan, akhirnya dengan suara bulat diputuskan untuk membentuk suatu wadah yang
bisa mengatur pelayanan bagi umat yang
meninggal dunia. Diputuskan juga
bahwa wadah yang akan dibentuk tersebut
harus bersifat sosial dan tidak mencari keuntungan
(non-profit). Seperti rahmat dan berkat Tuhan kepada manusia adalah cuma-cuma,
pelayanan ini juga harus diberikan secara cuma-cuma, tanpa dipungut biaya. Dalam pertemuan itu pula,
dipilih dewan pengurus yang terdiri dari:
Penasehat
: Pastor William
Chang, OFMCap
Ketua Umum : Lim Gek Khiang
Wakil Ketua I :
Erick Buwianto
Wakil Ketua II : Kardi Kahim
Bendahara : Vincencius Sie Foei Min
Wakil Bendahara :
Ng Chiu Lim
Sekretaris : Edwin Johan
Wakil Sekretaris :
Harry Tjiptadinata
Pengukuhan dari Bapa Uskup
Setelah pertemuan pertama, para perintis
menggagas pertemuan-pertemuan berikutnya untuk memutuskan berbagai hal menyangkut bentuk organisasi,
mekanisme dan koordinasi karya. Akhirnya
diputuskan wadah itu berbentuk yayasan dengan nama pelindung Santo Christoforus
dan berdiri di bawah
Keuskupan Agung Pontianak. Yayasan Santo
Christoforus ini kemudian dikukuhkan oleh Bapak Uskup Agung Mgr Hieronymus Bumbun OFMCap melalui Surat Keputusan No. 750/SK/2007 yang dikeluarkan pada tangggal 15 Juni 2007.*****